Thursday, June 21, 2012

Tradisi Majlis Ta'lim di Jakarta

Sungguh senang melihat kehidupan yang agamis, di Ibu kota. Alangkah indahnya melihat beberapa tradisi Islam nampak di Ibu kota, hal ini diimbangi dengan begitu banyak maksiat yang beredar di jakarta. sampai-sampai sulit membedakan mana yang agamis dan mana yang ahli maksiat. Terdapat satu hal yang menjadi perhatian penulis, dalam menyiikapi tradisi Majlis Ta'lim. Kita ketahui bahwa majlis ta'lim adalah tempat orang-orang mencari ilmu pengetahuan agama dengan cara mendengarkan ceramah, mengaji, dan disertai dengan zikir bersama. Akan tetapi dari sekian banyak majlis ta'lim, tidak mampu melumpuhkan setan- setan di kota Jakarta. Mau buktinya? banyak terjadi peerkelahian karena ketersinggungan kata atau yang lain. Tawuran antar pelajar, pencopetan, dan anak-anak punk yang membuat resah para penggunaan jalan. Coba kita pikirkan masing-masing, begitu banyak orang yang mengikuti majlis ta'lim tapi tidak bisa menularkan ajaran Islam kepada orang yang disekitarnya. Mengapa hal ini bisa terjadi. Coba kita pikirkan sekali lagi, jika satu majlis ta'lim bisa mendatangkan seratus orang saja. Kemudian seratus orang tadi menjadi uswatun hasanah di lingkungannya, mungkin dalam kota Jakarta bisa terjadi kedamaian, tidak ada korupsi, dan ketesinggugan. Akan tetapi hal ini tidak terjadi, saya tidak mengetahui siapa yang salah majlis ta'limnya atau orang yang mengikutinya. Penulis teringat pada tradisi agama Kristen sebelum terjadinya revolusi yang dilakukan oleh Marthin Luther King. Pada masa itu gereja dijadikan sebagai alat penebus dosa, seolah-olah gereja menjadi mesin cuci mereka, setelah itu mereka melakukan dosa lagi. Pada saat itu eropa lagi sibuk dengan penemuan pabrik-pabrik, mereka sehingga kapitalisme pada saat itu merajelela, bahkan kehidupan hedonisme menjadi gaya hidup pada saat itu. Hal ini mengakibatkan kehidupan agama hanya sebagai selingan bagi kehidupan mereka, sehingga tidak ada lagi kehidupan agama yang damai dan sejahtera. Kehidupan ini mengakibatkan gereja dibayar untuk mencuci dosa mereka, gereja kemudian dijadikan alat pencuci dosa mereka, hal ini mengakbatkan terjadinya revolusi gereja yang sangat geram terhadap perbuatan dosa tersebut, karena bagi Marthin Luther King Agama tidak boleh menggunakan uang atau materi untuk mendapatkannya. Penulis takut hal ini terjadi juga di kota Jakarta, meskipun dalam majlis ta'lim tidak mengeluarkan uang, akan tetapi penulis takutkan ialah majlis ta'lim dijadikan alat untuk mencuci dosa-dosa pengikutnya. Artinya majlis ta'lim tidak akan menularkan kepada para pengikutnya. Hal inilah yang ditakutkan penulis, akan tetapi ini sudah terbukti majlis ta'lim tidak bisa menularkan, bahkan beberapa calon presiden dan gubernur berbondong-bondong untuk mendapatkan dukungan dengan mengikuti majlis ta'lim . Astagfirullah semoga pemikiran ini tidak benar, akan tetapi penulis telah merasakannya dengan tidak berubahnya kota jakarta yang pemikirannya selalu materi atau uang-uang. Bukan tradisi sufi yang didapat, akan tetapi sikap hedonisme kota jakarta yang tidak bisa dibendung.

Tuesday, June 19, 2012

Toleransi Di Ibu Kota Jakarta

          Ini merupakan pengalaman penulis, ketika ingin menyeberang di Bandara Soekarna Hatta, Sungguh disayangkan ketika melakukan penyeberangan tidak ada mobil yang mengizinkan untuk lewat, padahal banyak orang yang ingin melakukan penyeberangan. Ini masih contoh kecil, masih banyak lagi toleransi yang kurang di dapatkan di Ibu kota.
          Siapakah yang salah? kita harus berkaca pada diri masing-masing. Mengapa sampai seperti ini apakah pemerintah ? atau pejabat daerah yang membentuk karakter orang-orang Jakarta menjadi tidak saling peduli. Penulis merasa ini adalah tanggung jawab kita semua.
         Ada beberapa solusi yang ingin ditawarkan oleh penulis dalam menghilangkan sikap cuek atau acuh tak acuh di Ibu kota. Solusi terbaik ialah , melibatkan agama dalam setiap mengatasi permasalahan di Indonesia. Karena  agama  bertugas  membina akhlak manusia, Sehingga  rakyat Indonesia yang didominasi umat Islam, bisa menjadi lebih baik. Maka peran ulama sangat diharapkan dalam membentuk karakter muslim, jika karakter muslim terbentuk dalam lingkungan Indonesia, khususnya kota-kota besar. Maka akan tercipta kedamaian dan sikap saling menghargai, bahkan toleransi akan tercipta. Penulis meyakini hal tersebut.
         Hal ini bisa dilihat dari kasus penyebaran muslim di Saudi Arabi, Nabi Muhammad tidak menyuruh orang untuk mengikutinya, tetapi Rasulullah mengajak orang dengan akhlaknya, sehingga orang-orang disekitar lingkungan tersebut tertarik dan bersimpati kepadanya. Beginilah seharusnya pemimpin Indonesia menciptakan akhlak yang baik dengan cara menjadi suri tauladan seperti Nabi.  Untuk menemukan pemimpin tersebut Indonesia butuh manusia yang telah dididik dari kecil hingga dewasa dalam lingkungan agama Islam. Sebagaimana Nabi yang dididik langsung oleh Allah SWT.  

Sunday, June 3, 2012

Jakarta Tinggal Menunggu Ajalnya Saja

Sungguh aneh ibu kota Indonesia ini, disaat semua negara and berbagai penyuluhan tentang penghijauan dan perlindungan hutan. Justru kota Jakarta sangat marak mempersembahkan dan memanjakan penduduknya dengan berbagai apartement. Satu lagi yang ingin dipersembanhkan oleh konglomerat Jakarta yaitu kawasandi daerah Karang Tengah. Daerah ini akan dibangun berbagai mall, apartement, rumah sakit, dan berbagai bangunan yang mirip San Frasisco. Sungguh aneh negeri ini. Bukannya menjaga hutan, malahan dibangun dengan berbagai apartement. Saya sebagai pendatang di kota Jakarta ini sangat kasihan dan merasa ibah, seolah-olah Jakarta dijadikan sebagai lahan untuk menanamkan modal sebssar-besarnya. Saya tidak tau apakah semua itu telah disetujui oleh seluruh elemen masyarakat. Atau hanya beberapa pejabat saja yang ingin meraup keuntungan. Saya hanya merasa prihati semoga tulisan ini dibaca oleh sebagaian orang, sungguh miris melihat Jakarta, semua dijadikan uang oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, sebagian promosinya bahkan ditayangkan berulang-ulang seolah-olah telah membuat surga di Indonesia. Padahal semua itu hanya untuk meraih keuntungan financial. Semoga saja pejabata setempat sadar bahwa ini sebenarnya tidak baik, karena banyak hal yang harus dipertimbangkan mulai dari tanah yang cukup atau tidak, keindahannya, macetnya, belum lagi masalah biayanya. Semua ini harus dipertimbangkan secara matang. Saya hanya takut Jakarta tinggal menunggu kematiannya saja, apakah dengan berdirinya berbagai mall mampu menopang biaya hidup di Jakarta. Saya hanya takut semua orang akan semain berbondong-bondong datang ke Jakarta demi untuk mendapatkan pekerjaan yang pemimpinnya tidak di ketahui. Mengapa saya bilang tidak diketahui karena mall-mall di Jakarta sebenarnya punya asing, tetapi yang menjadi babu atau pekerjanya tetap aja orang Indonesia. Inilah yang saya bilang Jakarta menunggu ajal, semua aspek telah lumpuh dari ekonomi, transportasi, sumber daya manusia, serta hutannya. Semoga saja para ustadz dan habib-habib di Jakarta mendoakan Jakarta dan terhindar dari sekaratul maut. Saya hanya takutkan doa-doa tersebut sudah tidak didengar tuhan, karena ustadnya dan habibnya juga masih cinta dunia.

Friday, June 1, 2012

ANJURAN PENGHEMATAN SBY KEPADA WARGA INDONESIA

Satu lagi perstiwa lucu di Indonesia, seorang presiden menyuruh warganya untuk berhemat. Apakah ini lucu menurut pembaca,? menurut penulis ini sangat lucu. Mengapa lucu, karena warga Indonesia kebanyakan warga tidak mampu atau dibawah garis kemiskinan. Meskipun tidak disuruh berhemat, toh mereka akan berhemat sendiri hahahaha. Jika sekiranya penghematan itu dinjurkan kepada semua warga Indonesia yang kaya raya. Maka hasilnya akan berbeda, nah ini diperuntukkan untuk seluruh warga Indonesia. Bahkan yang lebih unik lagi, semua pegawai negeri Sipil yang memiliki Plat Nomor Merah, harus menggunakan BBM yang non Subsidi. Coba dipikirulang siapakah yang membayar minyak mereka, pemerintahkan? Jika mereka menggunakan Pertamax atau Pertamax Plus maka yang harus menanggung beban biaya tersebut adalah pemerintah yang diambil dari APBD, secara tidak langsung mereka akan membayar lebih untuk mobil-mobil yang berplat nomor merah. Apakah ini penghematan? Justru sebaliknya ini lebih kepada pemborosan uang dalam membeli bahan bakar yang non subsidi. Sedandainya penghematan dilakukan oleh para pejabat, maka niscaya negara ini tidak akan jatuh seperti ini. Pada dasarnya negara ini telah banyak dirusak oleh para pejabat sendiri. Mau buktinya inilah buktinya misalnya tanah-tanah warga miskin mereka beli kemudian dijual kembali kepada Asing. Pertemuan-pertemuan yang bisa diadakan di kantor, tetapi mereka lakukan di Mall sambil makan-makan, hasilnya biaya yang dibayar untuk sekali pertemuan sampai 300 ribu, itu hanya minum kopi sambil makan sejenis kue yang harganya selangit. Coba bayangkan saja jika pertemuan itu sering diadakan dalam waktu seminggu maka hasilnya akan mencaipai dua juta seratus, hanya untuk ngobrol-ngobrol yang tidak jelas. Tidak hanya itu, penulis pernah mengalami hal seperti ini waktu itu pernah diadakan pertemuan dengan salah satu angota DPR, dan kami mengadakan pertemuan di sebuah Mall di Jakarta. Alangkah kagetnya saya ketika melihat jumlah pertemuan yang diadakan yaitu Sembilan pertemuan dalam waktu yang sama, dan lebih gilanya lagi yaitu setiap orang yang dia temui ditempatkan dibebagai kafe-kafe dan Restoran mewah. Dan setiap orang yang dia temui diberi makanan sesuai dengan keinginan tamu. Jika seorang orang tamu meminta makanan yang harganya seratus ribu, maka yang harus dibayar adalah satu juta dalam satu pertemuan. Inilah yang seharusnya dihemat, mulai dari anggota DPR, Menteri, bahkan kalau perlu pejabat tingkat lurah harus berhemat, jangan menggunakan uang seenaknya sesuai dengan kepentingan masing-masing. Saya menganjurkan kepada Presiden tolong perhatikan negara mu. Kita ini sudah muak dengan para pejabat yang sering keluar kota atau keluar negeri demi memuaskan hawa nafsu mereka menikmati dunia. Pandangan ini hanya berdasarkan kacamata yang realistis. Akan tetapi jika ditinjau dari kaca mata agama, maka hasilnya akan jauh lebih mengenaskan. Hal ini bisa dilihat dari hadis Nabi Muhammad yang berkata, “Makanlah, minumlah, bersedekahlah dan berpakaianlah, dan jangan berlebih-lebihan.” Jika dipahami betul hadis ini maka hasilnya akan tercipta kerukunan antara orang kaya dan orang miskin, bahkan tidak ada jarak antara si miskin dan si kaya. Mungkin inilah yang bisa penulis utarakan demi untuk bangsa dan Negara, semoga pekerjaan saya sebagai seorang dosen mampu merubah paradigma atau pola pikir masyarakat Indonesia dari yang hal kecil.

MENGAPA HARUS LADY GAGA ?

Sungguh aneh negeri ini, di saat semua orang tertimpa masalah dengan krisis dari segi financial, banyak orang mengeluh-ngeluhkan kedatangan Lady Gaga. Sungguh amat miris jika melihat keadaan Indonesia sekrang. Pertanyaan yang muncul dalam benak penulis mengapa penggemar Lady Gaga menyalahakan orang-orang yang membatalkan konser tersebut. Menurut hemat penulis Lady Gaga dari segi suara sangat baik, akan tetapi dari segi kelakuannya atau atitudenya sungguh aneh. Mulai dari jenis pakaiannya, dari segi berbicara, lirik lagunya sungguh dilaur nalar manusia yang normal. Jika sekirannya konser tersebut jadi dilaksanakan, mungkin bisa dikatakan sebagian orang yang nonton adalah setengah gila. Mereka seolah-olah memepertuhankan Lady Gaga, lihat saja sebutan dari penggemar Lady Gaga yaitu “Little Monster” sedangkan Lady Gaga sendiri adalah “Mother Monster”. Berbeda halnya dengan penggemar Sepak Bola atau personal. Jika penggemar sepak bola adalah fans klub yang disukai adalah permainannya. Atau kesukaan terhadap diri personal seseorang misalnya dia ganteng dia cantik dan sebagaianya. Bagi saya sendiri penggemar Lady Gaga betul-betul diluar akal manusia, seorang yang sangat kontroversial lebih disukai dari pada orang normal biasa. Coba pikirkan wahai pembaca dimana akan manusia ssaat ini? Apakah dunia ini sudah gila, atau emang sebagian warga negara Indonesia emang terlalu norak atau sudah gila dalam menyambut konser Lady Gaga. Penulis hanya berharap semoga saja orang-orang yang datang ke Indonesia adalah orang normal. Hahahahahaha.